Memahami Corporate Social Responsibility (CSR) Sebagai Wujud Collaborative Governance dan Upaya Akuntabilitas Perusahaan
Diah Melinda || Administrasi Publik || Fakultas Ilmu Administrasi || Universitas Brawijaya
Indonesia
sebagai negara dengan ekosistem bencana yang kerap terjadi baik alam maupun
sosial mengupayakan wujud CSR ini terimplementasi dengan baik. Berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, terkait CSR dalam pasal
40 ayat (5) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas menyatakan bahwa
perseoran yang melakukan tatausaha di bidang dan atau yang berhubungan dengan
sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Kemudian diperkuat kembali regulasi tersebut dengan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa Perseroan terbatas
memiliki tanggungjawab sosial dan lingkngan yang berperan dalam pembangunan
ekonomi berkelanjutan dengan komitmen yang kuat guna meningkatkan kualitas kehidupan
dan lingkungan sekitar. Berdasarkan regulasi yang tertera, dapat dipahami bahwa
pembagunan sosial suatu negara tidak hanya tanggungjawab pemerintah saja namun
juga diperlukannya peran swasta sehingga terwujudnya kesejahteraan sosial. Proses
kolaborasi dalam pembangunan sosial tersebut dapat diimplementasikan melalui
pelaksanaan CSR.
Keterbatasan
pemerintah juga menjadi alasan diperlukannya banyak peran aktor dalam
penanggulangan bencana maupun mitigasi bencana. Tanggungjawab sosial perusahaan
didefinisikan sebagai strategi perusahaan untuk meminumkan dampak negatif serta
memaksimalkan dampak positif bagi parak pemangku kepentingannya, konsep CSR
melibatkan pertanggungjawaban kemintraan antara pemerintah, perusahaan, dan
komunitas masyarakat setempat yang bersifat aktif dan dinamis. Dari sekian
banyak definisi CSR, salah satu yang menggambarkan CSR di Indonesia adalah
definisi dari Suharto (2007) yang menyatakan bahwa CSR adalah operasi bisnis
yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara
finansial, melainkan pula untuk membangun sosialekonomi kawasan secara
holistik, melembaga dan berkelanjutan.
Namun
perlu dipahami juga, bahwa tidak semua pihak yang mengalami bencana kemudian menjadi
tanggungjawab perusahaan untuk ikut andil dalam penanggulangan bencananya
karena CSR terutama perusahaan swasta hanya ditujukan kepada pemangku
kepentingan perusahaan—mereka yang bisa mempengaruhi dan terpengaruh oleh
pencapaian tujuan perusahaan—sehingga yang menjadi tanggungjawab sosial
perusahaan adalah para pemangku kepentingannya yang mengalami bencana.
Dalam hal ini, pemangku kepentingan utama perusahaan misalnya adalah pekerjanya
sendiri, konsumennya, serta masyarakat yang tinggal di dalam atau dekat dengan
wilayah operasi perusahaan. Tujuan dari CSR sendiri diantaranya (Saputri,
2011):
1. Meningkatkan
citra perusahaan, biasanya secara implisit diasumsikan perilaku perusahaan
secara fundamental yang baik.
2. Menunjukan
akuntabilitas organisasi atas dasar asumsi adanya kontrak sosial di antara
organisasi dan masyarakat.
3. Sebagai perpanjangan dari bentuk pelaporan keuangan dengan tujuan untuk menginformasikan kepada para investor.
Wujud
nyata dari komitmen Perseroan tercermin dengan adanya program-program CSR yang
sudah pernah dilaksanakan, diantaranya Perseroan bantuan dalam pembangunan
sumur bor serta penyediaan instalasi air bersih yang digunakan untuk pemenuhan
kebutuhan air pasca bencana gempa di Lombok, Palu, dan Selat Sunda ( menjalankan
serangkaian inisiatif peduli sosial dan perbaikan serta pengembangan
infrastruktur sebagai bagian dari kepedulian Perseroan dalam pemulihan pasca
bencana terdampak gempa dan tsunami di beberapa daerah di Indonesia seperti
Lombok, Palu dan Selat Sunda (stptower.com).
Penerapan CSR juga dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Maos
dengan membuat program Mernek Jenek di Desa Mernek dengan tujuan untuk
mengembangkan potensi desa dan membuat masyarakat betah tinggal dan
berkehidupan di Desa (Trianingrum dkk., 2022). Program Mernek Jenek tentu
dilakukan tidak terlepas dari keterlibatan dan dukungan 3 Aktor lainnya:
pemerintah, swasta, dan masyarakat. Sinergitas kolaboratif aktor-aktor tersebut
tentunya sesuai dengan peran masing-masing dalam proses pemberdayaan
masyarakat.
Menurut
Dwiyanto dalam penelitian Nopriono dan Suswanta (2019), collaborative governance adalah implementasi manajemen yang
menghargai keragaman nilai, tradisi dan budaya organisasi, serta bekerja dalam
struktur yang relatif longgar dan berbasis pada jaringan partisipatif yang
difokuskan pada nilai dan tujuan bersama dengan kapasitas mengelola konflik sesuai
dengan perannya. Lebih luas dipahami bahwa collaborative
governance adalah metode pengelolaan pemerintah yang melibatkan secara
langsung pemangku kepentingan (stakeholder)
untuk berorientasi pada consensus dan musyawarah pada pengambilan keputusan
dengan tujuan untuk membuat dan melaksanakan kebijakan dan program publik
secara kolektif (Astuti & Warsono, 2020).
Hal
yang diharapkan dari wujud kolaborasi ini adalah kepercayaan (trust), komitmen terhadap proses (commitment to process), saling memahami
(share understanding) dan hasil
jangka menengah dari proses tersebut (intermediate
outcome), serta pembagian sumber daya dalam proses kolaborasi (Ansell &
Gash, 2008). Peran pemerintah dalam pelaksanaan CSR adalah sebagai pengorganisasian
masyarakat, Pengorganisasian masyarakat diperlukan sebagai alat dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat (Trianingrum dkk., 2022). Pengorganisasian masyarakat
diperlukan sebagai salah satu cara yang efektif dan kolektif dalam menjalankan
CSR dan tujuan kesejahteraan kolektif dapat mudah dicapai secara kelompok
daripada pelaksanaan secara individu.
Pengertian
CSR yang menurut penulis paling komprehensif adalah menurut Suharto (2007) yang
mengatakan jika CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya dalam
peningkatan keuntungan perusahaan secara finansial, namun juga keuntungan dalam
membangun sosial-ekonomi kawasan sekitar operasi perusahaan secara holistik,
melembaga, dan berkelanjutan. Manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan CSR antara
lain (Wibisono, 2007):
1. Bagi
perusahaan:
a. Dapat
tercipta citra positif dari masyarakat secara luas.
b. Memudahkan
akses terhadap modal (capital).
c. Mempertahankan
sumber daya manusia yang berkualitas
d. Meningkatkan
potensi pengambilan keputusan dalam hal kritis
2. Bagi
masyarakat:
a. Meningkatkan
kualitas sosial daerah dari adanya perusahaan.
b. Membuka
lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat melalui hak-hak
sebagai pekerja yang diperoleh.
c. Praktik
CSR akan meningkatkan nilai dari tradisi dan budaya lokal.
3. Bagi
lingkungan:
a. Dapat
mencegah eksploitasi berlebihan atas SDA yang ada.
b. Ikut
andil dalam memelihara lingkungan apabila penerapan CSR baik di lingkungan
tersebut.
4. Bagi
negara:
1. Dapat
mencegah corporate misconduct atau
malpraktik bisnis jika penerapan CSR baik dan berintegritas tinggi.
2. Meningkatkan
pertumbuhan ekonomi melalui pendapatan negara dari operasi perusahaan tersebut.
Referensi:
Ansell,
C., & Gash, A. (2008). Collaborative governance in theory and practice. Journal of Public Administration Research
and Theory, 18(4), 543–571.
Astuti,
Retno Sunu, & Warsono, Hardi. (2020). Collaborative Governance dalam
Perspektif Administrasi Publik. Journal
of Government and Civil Society, 4(1), 161.
Limijaya,
A. (2014). Triple Bottom Line Dan Sustainability. Triple Bottom Line Dan Sustainability, 18(1), 14–27.
Nopriono, & Suswanta. (2019). Pemberdayaan
Masyarakat Dalam Perspektif Collaborative Governance. JPK: Jurnal Pemerintahan Dan Kebijakan, 1(1), 7–8.
Saputri.
(2011). Strategi Public Relations PT. Garuda Indonesia (Persero) Dalam Upaya
Menjaga Citra Positif Perusahaan Melalui Program Corporate Social
Responsibility (CSR) Kemitraan. Skripsi,
Universitas Bina Nusantara.
STP.
(Tanpa Tahun). Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Online, diakses dari: https://stptower.com/tanggung-jawab-sosial-perusahaan/.
Suharto,
E. (2007). Corporate Social
Responsibility : What is and Benefit for Corporate. Journal of Accounting and Public Policy.
Trianingrum,
S., A.C. Arfidiandra, F.A. Tsani, F.F. Anggoma, & A.M. Mubarok. (2022). Collaborative
Governance in CSR: Praktik CSR PT Pertamina Patra Niaga FT Maos dalam Program
Mernek Jernek. Jurnal CARE, 7(1),
1-14.
Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas
Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Wibisono,
Yusuf. (2007). Membedah Konsep &
Aplikasi CSR (Corporate Social Responsibility). Jakarta: PT Gramedia.
Zaidi,
Hasbi, Surya, Roberta Zulfhi, & Juslan. (2016). Analisa Strategi dan
Sinkronisasi CSR dengan Program Pemerintah dalam Pembangunan Kabupaten
Indragiri Hilir. Jurnal BAPPEDA,
2(1), 242–249.

Komentar
Posting Komentar
kritik dan saran yang membangun dari para readers akan sangat saya hargai untuk membuat cerita maupun blog ini menjadi lebih baik lagi.